Monday, March 6, 2017

islam dan proses integrasi

islam dan proses integrasi

Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Integrasi bangsa adalah penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan suatu identitas nasional. Adapun Integrasi kebudayaan adalah penyesuaian antara unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan mansyarakat. Dengan adanya integrasi akan memunculkan satu kesatuan bangsa yang ampuh dan segala persoalan yang muncul dapat dihadapi secara bersama-sama.




1. PERANAN PARA ULAMA DALAM PROSES INTEGRASI
Wali songo adalah nama suatu dewan ulama di Jawa. Setiap wali mempunyai tugas menyebakan agama islam khususnya wali songo di daerah Jawa. Sunan Kali Jaga atau Jaka Sahid adalah seorang walisongo yang menyebarkan agama islam dengan salah satu caranya dengan Memasukan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Selain sunan Kalijaga banyak para wali yang berperan menyebarkan agama islam di Indonesia.
Islam tidak mengajarkan Persamaan dan tidak mengenal Kasta. Agama Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama. Konsep ajaran islam memunculkan perilaku ke arah persatuan dan persamaan derajat. Islam yang berkembang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan para ulama atau para wali. Berikut merupakan yang termasuk dari Walisongo:
a. Sunan Maulana Malik Ibrahim (Syekh Magribi) diduga berasal dari persia dan bermukim di Gresik sehingga disebut juga Sunan Gresik. Sunan Maulana wafat dan dimakamkan di gresik pada tahun 1419 Masehi.
b. Sunan Ampel (Raden Rahmat) bermukim di Ampel, Surabaya. Lahir tahun 1401 Masehi dengan nama asli Raden Rahmat. Beliau adalah pendiri pesanten Ampel Denta (surabaya( dan termasuk perencana berdirinya kerajaan Demak.
c. Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim) adalah putra dari Raden Rahmat (Sunan Ampel). Beliau tinggal di Bonang, dekat Tuban dan giat menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama didaerah TUban dan sekitarnya. Sunan Bonang wafat di Tuban pada tahun 1525 M dan dimakamkan di Tuban.
d. Sunan Drajat (Syarifuddin) beliau juga termasuk putra dari Raden Rahmat/ Sunan Ampel. Beliau tinggal di Drajat dekat Sedayu Surabaya. Sunan Drajat berjiwa sosial, yang terlihat dari sikapnya ketika berdakwah. Sunan Drajat menciptakan Gending Jawa dan Pangkur.
e. Sunan Giri (Raden Paku) berkedudukan di Giri, dekat Gresik. Nama kecilnya Raden Paku atau prabu satmata, dan sering dijuluki Sultan Abdul Fakih. Raden Paku belajar di pesantren Ampel Denta. Sunan Giri sangat berpengaruh terhadap kesultanan Demak Bintoro. Setiap keputusannya selalu disetujui oleh para wali. Sunan Giri wafat pada tahun 1600 M, dimakamam di Bukit Giri, Gresik. Sunan Giri dikenal sebagai seniman yang menciptakan gending jawa, asmarandhana, pocung.
f. Sunan Kalijaga (Jaka Said) adalah putra dari Tumenggung Wilatikta, bupati Tuban yang berkedudukan di Kadilangu, Demak. Sunan Kalijaga dikenal sebagai mubaligh keliling. Dalam menyebarkan agama Islam, sunan kalijaga memanfaatkan media wayang yang sudah dikenal oleh masyarakat sejak masa praaksara hingga masuknya Hindu-Buddha. Cerita-cerita dalam Mahabhrata dan Ramayana disadur dengan memasukan napas Islami. Sunan Kalijaga juga mengenalkan tradidi Maulid Nabi atau tradisi Sekaten, yaitu hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Yang sampai sekarang masih dialksanakan di beberapa keraton jawa atau di berbagai Daerah Indonesia. Sunan kalijaga dimakamkan di desa Kadilangu, Demak, Jawa Timur.
g. Sunan Kudus (Ja'far Shadiq) adalh putra Raden Usman Haji Jipang yang bergelar Sunan Ngundung di Jipang Panolan yang berkedudukan di Kudus. Selain dikenal sebagai seorang guru Agama, sunan Kudus juga merupakan senopati yang andal dari Kesultanan Demak. Cara berdakwah Sunan Kudus meniru pendekatan SUnan Kalijaga yaitu toleran pada budaya setempat dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Buddha (alkurtutrasi). Hal tersebut terlihat pada masjid Kudus, yaitu pada bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu melambangkan delapan Jalan Buddha.
h. Sunan Muria (Raden Prawata) adalah putra dari Sunan Kalijaga. Sunan muria berkedudukan di Gunung Muria, Kudus. Gaya berdakwah Sunan Muria banyak mengambil dari ayahnya (sunan kalijaga). Namun berbeda dari Sunan Kalijaga, Sunan Muria lebih suga tinggal dan menyebarkan agama Islam di daerah yang sangat terpencil. Sunan Muria banyak bergaul dengan rakyat Jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut. Salah satu hasil dakwah Sunan Muria adalah lagu Sinom dan Kinanti.
i. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatulloh) atau Faletehan. adalah seorang ulama dari pasai yang mengabdi kepada Sultan Demak yaitu Sultan Trenggana. Sunan Gunung jati berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon. Sunan Gunung Jati (ayahnya adalah seorang mubaligh dan musafir bernama Syarif Abdulloh dan Ibunya Rara Santang putri Prabu Siliwangi) berjasa menyebarkan agama islam di Jawa Barat. Sultan Trenggana mengangkat Sunan Gunung Jati menjadi panglima angkatan perang yang bertugas menguasai Sunda Kelapa dan Cirebon.
Wali-wali tersebut memiliki peranan di berbagai bidang (bidang agama dan politik). Peranan wali yang utama adalah usaha dalam penyebaran agama (dakwah islamiah). Untuk itu, setiap wali memiliki Pondok Pesantren sebagai pusat pendidikan agama Islam. Namun demikian, tidak menutp kemungkinan mereka juga berdakawah di tempat-tempat umum untuk meningkatkan keimanan umatnya yang tidak sempat mengikut pendidikan pondok pesantrennya.  Selain itu, para wali berdakwah di lingkungan istana di Kerajaan Islam. Peranan Wali Songo dalam Politik yaitu mendukung Raden Patah menjadi Sultan Demak dan  mendirikan kerajaan Demak. Pada umumnya para ulama juga penasihat dan guru para raja Islam di Jawa. Misalnya Sunan Kudus yang menjadi penasihat Adipati Jipang.

2. PERAN PEDAGANG
Para pedangan muslim dari Arab, Persia dan India telah ikut ambil bagian dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia sejak dari abad ke-7 masehi. Disamping berdangan, para pedangang Islam dapat menyampaikan dan menyebarkan agama Islam. Perdangaan merupakan saluran islamisasi yang terjadi secara intensif dan dinamis. Hal tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor sebagai berikut:
  • Dalam agama islam tidak ada pemisahan antara manusia sebagai pedangan dan kewajibannya sebagai muslim untuk menyampaikan ajaran kepercayaannya kepada orang lain.
  • Perdagangan pada masa Islam di Indonesia sangat menguntungkan karena banyak golongan bangsawan dan raja yang ikut dalam perdagangan.
Disisi lain, dengan datangnya pedangan-pedagang Islam di Indonesia telah mendorong tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan tersebut kemudian berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan, kota-kota pantai yang merupakan bandar dan pusat perdaganan berkembang menjadi kerajaan. Adanya kerajaan-kerajaan Islam tersebut menandai awal terjadinya proses integrasi, walaupun setiap kerajaan memiliki cara dan faktor pendukung yang berbeda-beda dalam proses integrasinya.
Pelabuhan berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, karena pelabuhan menjadi tempat bertemunya pedagang-pedagang dari berbagai wilayah. Para pedagang akan menginap di tempat itu jika barang dagangannya belum habis. Pada saat itulah sering terjadi interaksi antara para pedagang dengan peduduk setempat (pribumi). Interaksi tersebut menyebabkan adanya perkenalan antara penduduk pribumi dan pedangan yang beragama Islam. mereka melihat para pedangan melakukan Sholat, Puasa, Mengaji dan berdakwah. Berdasarkan hal tersebut, pelabuhan mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses masuknnya islam ke Indonesia. Berikut adalah fungsi pelabuhan:
  • Sebagai tempat persinggahan para pedagang.
  • Untuk memuat atau membongkar barang dagangan.
  • Menjadi tempat Tranksanksi perdagnan (jual beli barang)
Proses Integrasi juga dapat dilihat dari kegiatan pelayaran dan perdagangan antarpulau. Kegiatan pelayaran dan perdaganan sudah berlangsung di kepulauan Indonesia sejak zaman dahulu. Pelayaran  dan perdaganan tersebut berlangsung dari daerah yang satu ke daerah yang lain, bahkan berlangsung antara negara yang satu dengan negara yang lain. Pada umumnya kegiatan pelayaran dan perdaganan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Hal tersebut menimbulkan pergaulan dan hubungan kebudayaan antara para pedangan dan penduduk setempat. Adanya kegiatan tersebut mendorong terjadinya proses integrasi.
Pada mulanya penduduk disuatu pulau memenuhi kebutuhan hidupnya dengan apa yang ada di pulau tempat tinggalnya. Namun dalam perkembangannya, mereka ingin mendapatkan barang-barang yang ada dipulau lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka terjadilah hubungan dagang antarapulau. Angkutan yang paling mudah dan paling murah pada saat itu adalah Angkutan Perahu. Terjadinya pelayaran dan perdaganan antar pulau di Indonesia tersebutyang diikuti pengaruh di bidang budaya ikut berperan mempercepat perkembangan proses integrasi, misalnya para pedagang di Banjarmasin berdagang ke Makssar atau sebaliknya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses integrasi antara masyarakat Banjarmasin (kalimantan) dan masyrakat makassar (sulawesi). Para pedangan dari makssar dan Bugis memiliki peranan penting dalam proses integrasi. Para pedangan tersebut berlayar hampir ke seluruh kepulauan Indonesia, bahkan ada yang keluar kepulauan Indonesia.
Di Sumatera terdapat beberapa pusat perdaganan seperti Aceh, Pasai, Barus dan Palembang. Pusat perdagangan di Jawa seperti Banten, Sunda Kelapa, Jepara, Tuban, Gresik,  Surabaya dan Blambangan. pada tahun 1511 M, malaka (sebagai bandar terbesar di Asia Tenggara) jatuh ke tangan protugis. Akibatnya, perdagangan Nusantara berpindah ke Aceh dan dalam waktu yang singkat Aceh berkembang sebagai bandar serta kerajaan Islam terbesar. Para pedangan dari pulau lain datang berdagang di Aceh.
Di Jawa, sejak awal abad ke-16 berkembang Kerajaan Demak dan beberapa bandar sebagai pusat perdagangan, kerajaan dan pusat-pusat perdangan juga berkembang di Indonesia bagian Timur. Dengan demikian, terjadi hubungan dagang antardaerah dan antarpulau. Adanya kegiatan perdangan antarpulau tersebut mendorong terjadinya proses intergrasi yang terhubung melalui para pedangan. Proses integrasi tersebut diperkuat dengan berkembangnya hubungan kebudayaan, bahkan ada yang diikuti dengan perkawinan.

3. PERAN BAHASA
Dalam proses integrasi, bahasa juga memiliki peran yang strategis. Kepulauan Indonesia terdiri dari banyak pulau yang dihuni oleh beraneka raga suku bangsa. Tiap suku bangsa tersebut memiliki bahsa sendiri-sendiri. Untuk mempermudah komunikasi antarsuku bangsa, diperlukan satu bahsa yang menjadi bahsa perantara dan dapat dimengerti oleh sesama suku bangsa. Bahasa merupakan sarana pergaulan. Hampir semua pelabuhan dikepulauan Nusantara menggunakan bahasa Melayu.
Sejak zaman dahulu, bahasa melayu sudah menjadi bahsa resmi negara melayu (Jambi). Bahsa melayu pada masa kerajaan Sriwijaya dijadikan sebagai bahsa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat dilihat dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang Tuo tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M dan Prasasti Karang Berahi tahun 686 M.
Para Pedagang yang ada di daerah sebelah timur Nusantara juga menggunakan bahasa melayu sebagai bahsa pengantar. Dengan demikian, berkembanglah bahasa melayu di seluruh kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu pada mulanya digunakan sebagai bahsa dagang, lambat laun bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi lingua franca di seluruh kepulauan Nusantara. Dengan masuk dan berkembangnya Islam, telah mendorong perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku Agaam dan Tafsir AlQur'an mempergunakan Bahasa Melayu. Ketika Portugis menguasai Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa portugis, namun kurang berhasil. Pada waktu VOC merebut Malaka, VOC mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahsa Melayu. Kedatangan VOC tersebut secara tidak sengaja telah mengembangkan bahasa Melayu.

4. PERAN PENDIDIKAN DALAM PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
Pendidikan mempunyai peran yang BESAR dalam proses islamisasi di Indonesia. Bentuk lembaga pendidikan Islam adalah pesantren atau pondok yang didirikan oleh guru-guru agama, kiai atau ulama. Lembaga pendidikan ini membina calon guru agama, kiai atau ulama dari berbagai Daerah. Setelah keluar dari pesantren mereka kembali ke tempat asalnya. Di tempat asalnya, mereka menjadi tokoh keagamaan, menjadi kiai dan akhirnya mendrikan pesanten. Dengan demikian, pesantren beserta kiai-kiai berperan penting dalam pendidikan masyarakat.
Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, Sunan Ampel yang mendirikan pesantren Ampel Denta, Surabaya. Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri sangat terkenal sehingga banyak orang Maluku yang belajar di Pesantren Giri, bahkan beberapa kiai yang berasal dari Giri diundang ke Maluku untuk menjadi Guru Agama. Raja-raja beserta keluarganya, biasanya juga mendatangkan kiai dan ulama sebagai guru atau penasihat agama. Menurut Sejrah Banten, Kiai Dukuh atau Pangeran Kasunyatan adalah Guru Maulana Yusuf yang menjadi Penasihat Sultan Ageng Tirtayasa. Kiai Ageng Sela adalah guru Jaka Tingkir raja Pajang. Pada zaman  Kerajaan Demak, Raden Patah mempunyai penasihat yaitu Para Wali Songo, dan masih banyak Kiai lagi yang menjadi penasihat atau guru para bangsawan dan keluarganya. Dengan demikian, para kiai memiliki andil dalam kebijakan raja dalam bidang Politik.

5. PERANAN PERKAWINAN DALAM PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA
Perkawinan merupakan salah satu saluran islamisasi yang paling mudah. Banyak pedangan muslim yang menikah dengan wanita pribumi. Hal ini erat kaitannya dengan proses islamisasi, sebab ikatan perkawinan itu sendiri adalah ikatan lahir bathin antara individu yang terlibat. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang menjadi nti suatu masyrakat. Ini berarti membentuk inti masyrakat Islam. Perkawinan yang terjadi antara keluarga ulama dan keluarga bangsawan akan lebih mempercepat proses islamisasi. Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan tentang Maulana Iskhak yang menikah dengan Dewi Sekardadu putri Raja Menak Sembayu dari Blambangan. Dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putra yang bernama Raden Paku, kelak bergelar Sunan Giri. Diceritakan pula perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Ageng Manila, putri tumenggung Wilatikta. Dalam babad Cirebon diceritakan perkawinan Putri Kawungaten dengan Sunan Gunung Jati. Babad Tuban mencerikatan perkawinan antara Raden Ayu Teja, putri Aria Dikara adipati Tuban dan ulama arab yang bernama Syekh Ngabdurrohman dan melahirkan seorang putra bernama Syekh Jali (Jaleludin)
Load disqus comments

0 comments